Pemalang Suryamediagroup.com Panggung musik Denny Caknan dan Ndarboy Genk di Terminal Tipe A Pemalang pada Kamis malam (30/10) tercoreng oleh tindakan panitia penyelenggara (Event Organizer/EO) yang secara terang-terangan menghalangi kerja jurnalistik.
Tindakan ini bukan sekadar miskoordinasi, melainkan potensi pelanggaran berat terhadap Undang-Undang Pers yang membuka peluang tuntutan hukum dan somasi.
Wartawan yang bertugas di lokasi melaporkan bahwa mereka tidak diizinkan memasuki zona peliputan utama, meskipun telah menunjukkan identitas pers yang sah. Ironisnya, akses ini justru bebas bagi penonton umum.
“Kami hadir untuk menjawab hak publik atas informasi, tetapi justru diperlakukan seperti tamu yang tidak diinginkan,” ujar salah seorang jurnalis yang mengalami penghalangan.
Menurut praktisi hukum dan akademisi, Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM dari Law Office Putra Pratama & Partners, perilaku EO ini jatuh pada kategori pelanggaran serius terhadap UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Undang-Undang Pers secara tegas menjamin kebebasan pers nasional. Tindakan menghalangi kerja pers adalah bentuk penyensoran de facto di lapangan,” terang Imam.
Imam Subiyanto menegaskan, Pasal 18 UU Pers menjadi payung hukum yang sangat kuat. Pasal tersebut menyebutkan bahwa siapa saja yang secara sengaja menghalangi kerja pers dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga dua tahun atau denda maksimal mencapai Rp500 juta.
“Ketika wartawan dihalang-halangi, yang dirugikan bukan hanya pekerja pers, tetapi hak masyarakat untuk mengetahui (right to know) juga dikecilkan. EO harus ingat, mereka menggunakan fasilitas publik (Terminal Tipe A), bukan tanah pribadi,” tegasnya.
Melihat keseriusan insiden ini, Law Office Putra Pratama mendesak tiga langkah mendesak yang harus diambil oleh berbagai pihak:
Segera Buka Akses: Pihak penyelenggara harus segera menyediakan jalur peliputan dan akses yang setara bagi media, mengakui fungsi media sebagai kontrol sosial.
Pemkab Harus Bertindak: Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pemalang dan instansi terkait didesak untuk mengkaji ulang perizinan dan pengaturan acara publik guna mencegah pembatasan akses informasi sepihak di masa mendatang.
Advokasi dan Somasi: Media dan organisasi pers di Pemalang diminta untuk mendokumentasikan seluruh bentuk penghalangan yang dialami sebagai bahan advokasi, dan jika perlu, melakukan pelaporan ke Dewan Pers atau menempuh jalur somasi untuk menuntut keadilan.
Law Office Putra Pratama menyatakan siap memberikan pendampingan hukum penuh terhadap jurnalis atau media yang menjadi korban penghalangan. Kasus ini menjadi alarm keras bagi kebebasan pers di Pemalang, mengingatkan bahwa impunitas terhadap penghalang kerja jurnalis tidak boleh dinormalisasi.
(Red/Team)
















